Perjalanan Akhir Pekan

RIDER : Bro Andry HCST

(24/10). Keberangkatan HCST ke Bandung akhirnya berjalan pada jam 22:30 setelah lama melakukan pembagian kemeja plus seremoni singkat HCST-Wahana/AHM. Berkekuatan 28 motor akhirnya kelompok turing tidak jadi dibagi dua, berlaku kurang lebih 5 petugas untuk mengawal jumlah tersisa melalui rute Jakarta via Gatsu/Pancoran - Pasar Minggu - Depok - Jl Baru Depok - KSU menuju pit stop satu di Warung Jambu Bogor untuk menjemput bro Tono yang sudah stand by disana. Grup turing secara umum berjalan baik meski ada beberapa rekan HCST yang baru melakukan perjalanan secara berkelompok dan berjalan jauh untuk pertama kalinya.

Titik Awal keberangkatan KM motor tercatat 6319.6, isi bensin di jalur Jl. Panjang dengan Pertamax, hinggap di Panahan pada kilometer 6321.2. Perjalanan hingga Bogor tercatat berakhir di KM 6370.9, berarti total 49.7 km sudah digeber sedari Panahan, jalanan lancar karena memang ini menjadi kelebihan jalan malam dimana arus lalu lintas tidak akan sepadat siang. Pada awalnya saya merekomendasikan jalan pagi karena berhubungan dengan kemudahan trouble shooting jika terjadi kendala, menghilangkan efek kantuk karena idealnya tubuh istirahat pada malam hari sampai kemudahan dalam menikmati perjalanan karena masih bisa melihat kanan-kiri selama perjalanan. Secara voting pemilih perjalanan malam lebih banyak dan saya hanya bisa melakukan gambaran dan wanti-wanti agar semua dalam kondisi terbaik.

Lepas dari Bogor HCST bergerak menuju jalur Puncak menuju Bandung melalui Cianjur, 3 bar tersisa dan tak ingin mengambil resiko akhirnya tanki coba di penuhi lagi pada KM 6399.4 (15ribu) berbarengan dengan berhentinya klotur karena ada masalah pada salah satu motor Cysers. Untungnya malam itu HCST menyertakan dua mekanik yang spontan dapat menyelesaikan masalah komstir.

Rombongan kembali bergerak dan malam itu sengaja berjalan di kecepatan rata-rata 50 km/jam yang kemudian dipercepat menjadi > 60km/jam selepas beristirahat kembali di salah satu POM Bensin di Cianjur, KM malam itu menunjukkan 6427.3. Bro Asep yang notabene orang Bandung ditunjuk jadi penunjuk jalan, kencang sejadi-jadinya padahal sebelumnya berusaha untuk menikmati perjalanan. Beberapa Cysers sebenarnya masih terlihat lelah akibat kantuk dan 'ngebut' menjadi obat instan meski riskan ber potensi masalah. Bro Ilham yang baru pertama kali melakukan perjalanan malam akhirnya menyerah dan minta dibonceng, sebuah bukti bahwa sebenarnya perjalanan malam adalah situasi yang tidak ideal.

Akhirnya klotur masuk wilayah Bandung dengan dijemput oleh beberapa Cysers Bandung pukul 05 sekaligus berhenti untuk ibadah sholat Subuh. Sinar matahari sudah mulai terlihat dan pagi itu menemani HCST sarapan bubur dan bergerak naik ke Lembang menuju tempat penginapan. Berhenti di penginapan pada sekitar pukul 07 dan langsung semua beristirahat.

Overall perjalanan berangkat terhitung lancar tanpa kendala berarti dan Cysers terbilang fasih berkendara berkelompok meski ada beberapa gap soal skill dan pengalaman. Lelah terbayar sesampainya di penginapan dan langsung berbaring istirahat apalagi saya harus pulang lebih awal, jam 07 masuk penginapan, jam 12 siang saya merencanakan perjalanan kembali tanpa rombongan karena sesuatu hal yang harus dikejar sesampainya di Bekasi. Ride to Bandung is a success.


(25/10). Sabtu pagi jam 7:30 baru bisa memejamkan mata dan itupun hanya bisa hingga jam 11 untuk full tidur. Obrolan di luar kamar dan suasana dingin penginapan di bukit kota Lembang memaksa mata membuka lebih awal. Saya tak punya pilihan untuk bangun, mandi dan mempersiapkan kepulangan. Kali ini saya memilih rute Jonggol yang terbukti secara jarak mampu memangkas Bandung-Jakarta ketimbang melalui jalur Cianjur-Puncak-Bogor. Terhitung singkat karena tujuan saya adalah Bekasi melalui Cileungsi sehingga tidak perlu masuk Bogor dan hinggap di Depok yang jauh memutar arah.

KM menunjukkan 6501.1 saat berhenti mengisi bensin di arah pulang perjalanan dari penginapan. Ketika bro-bro HCST berhenti makan siang saya memutuskan tidak ikut berhenti dan memilih untuk memangkas waktu perjalanan agar bisa sampai tujuan lebih awal sebelum gelap. Diantar oleh bro Bagus Rully (ketua regional Cysers/HCST Ja-Bar) ke titik penjemputan tadi pagi akhirnya selepas itu saya berkendara sendiri menuju jalur Padalarang dan berbelok di Jonggol sesuai penunjuk arah yang sudah terlihat di daerah Ciranjang. Aspal terhitung baik dan tidak mengganggu perjalanan, terik matahari masih bisa disiasati dengan kecepatan kendaraan agar tidak terlalu berkeringat. Bensin penuh dan siap menyusuri jalur Jonggol yang memang sudah diniatkan untuk di dokumentasikan.

Sekitar 7-8 KM dari rel KA yang memotong jalur pulang akhirnya arah menuju Jonggol ditemukan, terakhir kali melintasi daerah ini adalah sore/malam bareng rekan-rekan KHCC selepas turing kuliner Sate Kiloan di jalur Puncak Pas. Waktu itu perjalanan terbilang tidak baik karena harus melintasi banyak kubangan lumpur yang banyak menghias jalur Jonggol menuju Cileungsi, keadaan waktu itu pun gelap jadi memang tidak ada yang bisa dinikmati. Untuk perjalanan malam bagi mereka yang berkendara sendiri, jalur Jonggol tidak di rekomendasikan karena jalur ini membelah hutan dan kanan-kiri jalan masih lebat dengan pepohonan dan sesekali melintasi perumahan penduduk. Saya tak akan berani jika harus bergerak malam dan lebih menomorsatukan aspek 'safety' dalam sebuah perjalanan. Persentase rute Jonggol kemarin ternyata sudah jauh lebih baik, aspal mulus naik turun membelah hutan tanpa kendala berarti. Kanan-kiri pemandangan hijaunya perbukitan lebih membawa perjalanan lebih bisa dinikmati. Persentase aspal baik dan buruk jika dihitung bisa menjadi 80% baik - 20% buruk. Bagian yang saya maksud buruk adalah pada pembangunan material jalan yang di-cor di beberapa bagian yang memaksa kendaraan harus bergantian memakai jalur.

Di sela perjalanan saya mencoba teknik menikung dengan counter steering dan counter weight, pada saat itu saya merasa lebih nyaman dengan teknik kedua dimana badan mengambil posisi berlawanan arah dengan arah tikungan dan memainkan pinggul sebagai alat belok. Awasi derajat tikungan demi menghindari kendaraan melebar karena teman seperjalanan di jalur ini di dominasi kendaraan-kendaraan besar. Jika berjalan searah dan hendak mendahului pastikan kondisi arah lawan aman karena kendaraan yang di dahului terhitung besar, awasi juga gerak kemunculan kendaraan dengan efek 'ciluk baa', efek ini adalah sebutan laju kendaraan yang tiba-tiba muncul saat kondisi jalan naik turun dimana daya pandang tidak bisa melihat arah lawan yang juga tengah melaju.

Tak lupa menunaikan ibadah di jalur Jonggol sekaligus makan kecil dan minum minuman segar akhrinya perjalanan dilanjutkan dan belum lagi perlu mengisi bahan bakar karena saya berpikir masih cukup untuk bisa menyentuh daerah Cileungsi. Ketersediaan POM bensin di jalur ini terbilang jarang, selain karena memang sebuah jalur sepi dan bisa di antisipasi dengan pengadaan POM bensin di tiap ujung jalan rute Jonggol hingga Cileungsi, kalaupun ada beberapa disana tidak menyediakan jenis Pertamax.

OFFROAD - ANTARA MALU DAN SERU

Jonggol saya lalui dengan baik tanpa ada kesulitan karena jalur demikian bersahabat, awan mendung sedikit terlihat di atas langit dan sempat berpapasan dengan pengendara motor yang memakai jas hujan. Saya pikir masih terang dan jaket masih mampu menahan gerimis akhirnya terus melintas di jalur menuju Cileungsi, beruntung tidak bertemu hujan. Di sinilah awal petualangan heboh itu muncul. Kebiasaan untuk terus 'sok paham rute' yang saya anut akhirnya ketemu batunya. Arah penunjuk jalan menunjukkan CILEUNGSI .. panah lurus, BEKASI .. belok kanan. Saya berpikir untuk mencoba rute lain karena rute panah Cileungsi akan mengarah ke Narogong yang akan bertemu jalur Rawa Panjang sebelum masuk kota Bekasi. Dengan penuh percaya diri saya berbelok mengikuti arah, sempat ragu karena kana-kiri jalan termasuk jalur sepi dan tidak aktif meski aspal terbilang baik. Sepanjang 500 m entah 1 KM semua berjalan baik sampai akhirnya jalan tiba-tiba putus dan langsung turun ke jalan yang tidak ber-aspal. Tidak terlintas akan kacau jadi diputuskan untuk sedikit melintas untuk sekedar membuktikan rute akan tembus ke Bekasi sesuai penunjuk jalan tadi. Keputusan yang buruk.

Salah strategi melintas jalan licin berair paska hujan yang membuat debu menjadi lumpur akhirnya membuat saya menyerah kalah, seharusnya strategi nya pakai saja jalur bekas ban mobil yang melintang tapi yang di lakukan justru terbawa ke tepi saking licinnya medan, ini yang membuat motor terus oleng berayun-ayun sepanjang jalan sementara kaki tidak boleh diam antisipasi jika motor jatuh. Akhirnya tanpa sadar indikator radiator harus berkedip sementara penunjuk bensin turun satu bar, kacau ..... itu yang terlintas. Jika overheat mesin akan mati akibat terus di gerung, dan ban sudah cukup puas makan tanah yang membuat tanah menembus spatbor dalam. Ban terkunci, tidak mau jalan. Ranting dan bambu-bambu kecil harus membantu mengelupas tanah dari ban kalo ingin ban tetap jalan. Seorang penduduk yang lewat meng instruksikan untuk berputar karena jalan tidak dapat di lewati jika ingin ke Cibarusah. Cibarusah ? Benar ... saya salah jalan.

Harus berputar dan harus malu karena mesin terus berteriak dan indikator sudah berkedip tanda overheat. Malu tapi juga seru karena teringat adegan turing Long Way Down yang terjebak lumpur di Kenya. Alamak ! Kacau semuanya, kacau jadwal, kacau motor dan kacau perangkat, semua berlumuran tanah basah dan menempel ketat. Solusi satu-satunya harus lepas spatbor dan memberi air pada tanah yang menempel, alhamdulilah disinilah akhirnya bantuan datang. Seorang yang datang dari dalam kediaman akhirnya menyarankan masuk area rumahnya untuk bebersih motor sebelum melanjutkan perjalanan. Cerita punya cerita, beliau datang dari kalangan pengajar/pengurus Pesantren Nurul Fikri yang lokasinya berdekatan dengan tempat saya tersasar. Dibantu dorong masuk pekarangan rumah dan mempersilahkan saya mencuci ban motor dan melepas spatbor, untungnya perlengkapan standar dibawa jadi tidak perlu meminjam karena hanya butuh kunci 10 untuk membuka spatbor. Estimasi sampai rumah jam 5 akhirnya harus bubar jalan karena terjebak di tempat yang belum saya kenal dengan baik. Keluarga pengurus berbaik hati menemani saya selama membersihkan kotoran untuk kembali melanjutkan perjalanan. Entah berapa banyak terimakasih yang harus saya haturkan buat mereka, sempat terpikir untuk selanjutnya memberikan mereka bingkisan di lain hari.

Akhirnya roda depan pun telanjang dan usai berpamitan saya pun melanjutkan perjalanan berbalik arah ke arah Cileungsi menuju rumah di Bekasi. Konyol ! Perhitungan yang konyol. Motor berbalut tanah coklat, belum lagi sepatu. Sesampainya di jalur utama saya langsung mencari tempat pencucian motor untuk kembali membersihkan semuanya. KM akhir di rumah menujukkan 6550.8. Malu tapi Seru...what a ride home !

top