Perjalanan Akhir Pekan

RIDER : Bro Andry HCST

(24/10). Keberangkatan HCST ke Bandung akhirnya berjalan pada jam 22:30 setelah lama melakukan pembagian kemeja plus seremoni singkat HCST-Wahana/AHM. Berkekuatan 28 motor akhirnya kelompok turing tidak jadi dibagi dua, berlaku kurang lebih 5 petugas untuk mengawal jumlah tersisa melalui rute Jakarta via Gatsu/Pancoran - Pasar Minggu - Depok - Jl Baru Depok - KSU menuju pit stop satu di Warung Jambu Bogor untuk menjemput bro Tono yang sudah stand by disana. Grup turing secara umum berjalan baik meski ada beberapa rekan HCST yang baru melakukan perjalanan secara berkelompok dan berjalan jauh untuk pertama kalinya.

Titik Awal keberangkatan KM motor tercatat 6319.6, isi bensin di jalur Jl. Panjang dengan Pertamax, hinggap di Panahan pada kilometer 6321.2. Perjalanan hingga Bogor tercatat berakhir di KM 6370.9, berarti total 49.7 km sudah digeber sedari Panahan, jalanan lancar karena memang ini menjadi kelebihan jalan malam dimana arus lalu lintas tidak akan sepadat siang. Pada awalnya saya merekomendasikan jalan pagi karena berhubungan dengan kemudahan trouble shooting jika terjadi kendala, menghilangkan efek kantuk karena idealnya tubuh istirahat pada malam hari sampai kemudahan dalam menikmati perjalanan karena masih bisa melihat kanan-kiri selama perjalanan. Secara voting pemilih perjalanan malam lebih banyak dan saya hanya bisa melakukan gambaran dan wanti-wanti agar semua dalam kondisi terbaik.

Lepas dari Bogor HCST bergerak menuju jalur Puncak menuju Bandung melalui Cianjur, 3 bar tersisa dan tak ingin mengambil resiko akhirnya tanki coba di penuhi lagi pada KM 6399.4 (15ribu) berbarengan dengan berhentinya klotur karena ada masalah pada salah satu motor Cysers. Untungnya malam itu HCST menyertakan dua mekanik yang spontan dapat menyelesaikan masalah komstir.

Rombongan kembali bergerak dan malam itu sengaja berjalan di kecepatan rata-rata 50 km/jam yang kemudian dipercepat menjadi > 60km/jam selepas beristirahat kembali di salah satu POM Bensin di Cianjur, KM malam itu menunjukkan 6427.3. Bro Asep yang notabene orang Bandung ditunjuk jadi penunjuk jalan, kencang sejadi-jadinya padahal sebelumnya berusaha untuk menikmati perjalanan. Beberapa Cysers sebenarnya masih terlihat lelah akibat kantuk dan 'ngebut' menjadi obat instan meski riskan ber potensi masalah. Bro Ilham yang baru pertama kali melakukan perjalanan malam akhirnya menyerah dan minta dibonceng, sebuah bukti bahwa sebenarnya perjalanan malam adalah situasi yang tidak ideal.

Akhirnya klotur masuk wilayah Bandung dengan dijemput oleh beberapa Cysers Bandung pukul 05 sekaligus berhenti untuk ibadah sholat Subuh. Sinar matahari sudah mulai terlihat dan pagi itu menemani HCST sarapan bubur dan bergerak naik ke Lembang menuju tempat penginapan. Berhenti di penginapan pada sekitar pukul 07 dan langsung semua beristirahat.

Overall perjalanan berangkat terhitung lancar tanpa kendala berarti dan Cysers terbilang fasih berkendara berkelompok meski ada beberapa gap soal skill dan pengalaman. Lelah terbayar sesampainya di penginapan dan langsung berbaring istirahat apalagi saya harus pulang lebih awal, jam 07 masuk penginapan, jam 12 siang saya merencanakan perjalanan kembali tanpa rombongan karena sesuatu hal yang harus dikejar sesampainya di Bekasi. Ride to Bandung is a success.


(25/10). Sabtu pagi jam 7:30 baru bisa memejamkan mata dan itupun hanya bisa hingga jam 11 untuk full tidur. Obrolan di luar kamar dan suasana dingin penginapan di bukit kota Lembang memaksa mata membuka lebih awal. Saya tak punya pilihan untuk bangun, mandi dan mempersiapkan kepulangan. Kali ini saya memilih rute Jonggol yang terbukti secara jarak mampu memangkas Bandung-Jakarta ketimbang melalui jalur Cianjur-Puncak-Bogor. Terhitung singkat karena tujuan saya adalah Bekasi melalui Cileungsi sehingga tidak perlu masuk Bogor dan hinggap di Depok yang jauh memutar arah.

KM menunjukkan 6501.1 saat berhenti mengisi bensin di arah pulang perjalanan dari penginapan. Ketika bro-bro HCST berhenti makan siang saya memutuskan tidak ikut berhenti dan memilih untuk memangkas waktu perjalanan agar bisa sampai tujuan lebih awal sebelum gelap. Diantar oleh bro Bagus Rully (ketua regional Cysers/HCST Ja-Bar) ke titik penjemputan tadi pagi akhirnya selepas itu saya berkendara sendiri menuju jalur Padalarang dan berbelok di Jonggol sesuai penunjuk arah yang sudah terlihat di daerah Ciranjang. Aspal terhitung baik dan tidak mengganggu perjalanan, terik matahari masih bisa disiasati dengan kecepatan kendaraan agar tidak terlalu berkeringat. Bensin penuh dan siap menyusuri jalur Jonggol yang memang sudah diniatkan untuk di dokumentasikan.

Sekitar 7-8 KM dari rel KA yang memotong jalur pulang akhirnya arah menuju Jonggol ditemukan, terakhir kali melintasi daerah ini adalah sore/malam bareng rekan-rekan KHCC selepas turing kuliner Sate Kiloan di jalur Puncak Pas. Waktu itu perjalanan terbilang tidak baik karena harus melintasi banyak kubangan lumpur yang banyak menghias jalur Jonggol menuju Cileungsi, keadaan waktu itu pun gelap jadi memang tidak ada yang bisa dinikmati. Untuk perjalanan malam bagi mereka yang berkendara sendiri, jalur Jonggol tidak di rekomendasikan karena jalur ini membelah hutan dan kanan-kiri jalan masih lebat dengan pepohonan dan sesekali melintasi perumahan penduduk. Saya tak akan berani jika harus bergerak malam dan lebih menomorsatukan aspek 'safety' dalam sebuah perjalanan. Persentase rute Jonggol kemarin ternyata sudah jauh lebih baik, aspal mulus naik turun membelah hutan tanpa kendala berarti. Kanan-kiri pemandangan hijaunya perbukitan lebih membawa perjalanan lebih bisa dinikmati. Persentase aspal baik dan buruk jika dihitung bisa menjadi 80% baik - 20% buruk. Bagian yang saya maksud buruk adalah pada pembangunan material jalan yang di-cor di beberapa bagian yang memaksa kendaraan harus bergantian memakai jalur.

Di sela perjalanan saya mencoba teknik menikung dengan counter steering dan counter weight, pada saat itu saya merasa lebih nyaman dengan teknik kedua dimana badan mengambil posisi berlawanan arah dengan arah tikungan dan memainkan pinggul sebagai alat belok. Awasi derajat tikungan demi menghindari kendaraan melebar karena teman seperjalanan di jalur ini di dominasi kendaraan-kendaraan besar. Jika berjalan searah dan hendak mendahului pastikan kondisi arah lawan aman karena kendaraan yang di dahului terhitung besar, awasi juga gerak kemunculan kendaraan dengan efek 'ciluk baa', efek ini adalah sebutan laju kendaraan yang tiba-tiba muncul saat kondisi jalan naik turun dimana daya pandang tidak bisa melihat arah lawan yang juga tengah melaju.

Tak lupa menunaikan ibadah di jalur Jonggol sekaligus makan kecil dan minum minuman segar akhrinya perjalanan dilanjutkan dan belum lagi perlu mengisi bahan bakar karena saya berpikir masih cukup untuk bisa menyentuh daerah Cileungsi. Ketersediaan POM bensin di jalur ini terbilang jarang, selain karena memang sebuah jalur sepi dan bisa di antisipasi dengan pengadaan POM bensin di tiap ujung jalan rute Jonggol hingga Cileungsi, kalaupun ada beberapa disana tidak menyediakan jenis Pertamax.

OFFROAD - ANTARA MALU DAN SERU

Jonggol saya lalui dengan baik tanpa ada kesulitan karena jalur demikian bersahabat, awan mendung sedikit terlihat di atas langit dan sempat berpapasan dengan pengendara motor yang memakai jas hujan. Saya pikir masih terang dan jaket masih mampu menahan gerimis akhirnya terus melintas di jalur menuju Cileungsi, beruntung tidak bertemu hujan. Di sinilah awal petualangan heboh itu muncul. Kebiasaan untuk terus 'sok paham rute' yang saya anut akhirnya ketemu batunya. Arah penunjuk jalan menunjukkan CILEUNGSI .. panah lurus, BEKASI .. belok kanan. Saya berpikir untuk mencoba rute lain karena rute panah Cileungsi akan mengarah ke Narogong yang akan bertemu jalur Rawa Panjang sebelum masuk kota Bekasi. Dengan penuh percaya diri saya berbelok mengikuti arah, sempat ragu karena kana-kiri jalan termasuk jalur sepi dan tidak aktif meski aspal terbilang baik. Sepanjang 500 m entah 1 KM semua berjalan baik sampai akhirnya jalan tiba-tiba putus dan langsung turun ke jalan yang tidak ber-aspal. Tidak terlintas akan kacau jadi diputuskan untuk sedikit melintas untuk sekedar membuktikan rute akan tembus ke Bekasi sesuai penunjuk jalan tadi. Keputusan yang buruk.

Salah strategi melintas jalan licin berair paska hujan yang membuat debu menjadi lumpur akhirnya membuat saya menyerah kalah, seharusnya strategi nya pakai saja jalur bekas ban mobil yang melintang tapi yang di lakukan justru terbawa ke tepi saking licinnya medan, ini yang membuat motor terus oleng berayun-ayun sepanjang jalan sementara kaki tidak boleh diam antisipasi jika motor jatuh. Akhirnya tanpa sadar indikator radiator harus berkedip sementara penunjuk bensin turun satu bar, kacau ..... itu yang terlintas. Jika overheat mesin akan mati akibat terus di gerung, dan ban sudah cukup puas makan tanah yang membuat tanah menembus spatbor dalam. Ban terkunci, tidak mau jalan. Ranting dan bambu-bambu kecil harus membantu mengelupas tanah dari ban kalo ingin ban tetap jalan. Seorang penduduk yang lewat meng instruksikan untuk berputar karena jalan tidak dapat di lewati jika ingin ke Cibarusah. Cibarusah ? Benar ... saya salah jalan.

Harus berputar dan harus malu karena mesin terus berteriak dan indikator sudah berkedip tanda overheat. Malu tapi juga seru karena teringat adegan turing Long Way Down yang terjebak lumpur di Kenya. Alamak ! Kacau semuanya, kacau jadwal, kacau motor dan kacau perangkat, semua berlumuran tanah basah dan menempel ketat. Solusi satu-satunya harus lepas spatbor dan memberi air pada tanah yang menempel, alhamdulilah disinilah akhirnya bantuan datang. Seorang yang datang dari dalam kediaman akhirnya menyarankan masuk area rumahnya untuk bebersih motor sebelum melanjutkan perjalanan. Cerita punya cerita, beliau datang dari kalangan pengajar/pengurus Pesantren Nurul Fikri yang lokasinya berdekatan dengan tempat saya tersasar. Dibantu dorong masuk pekarangan rumah dan mempersilahkan saya mencuci ban motor dan melepas spatbor, untungnya perlengkapan standar dibawa jadi tidak perlu meminjam karena hanya butuh kunci 10 untuk membuka spatbor. Estimasi sampai rumah jam 5 akhirnya harus bubar jalan karena terjebak di tempat yang belum saya kenal dengan baik. Keluarga pengurus berbaik hati menemani saya selama membersihkan kotoran untuk kembali melanjutkan perjalanan. Entah berapa banyak terimakasih yang harus saya haturkan buat mereka, sempat terpikir untuk selanjutnya memberikan mereka bingkisan di lain hari.

Akhirnya roda depan pun telanjang dan usai berpamitan saya pun melanjutkan perjalanan berbalik arah ke arah Cileungsi menuju rumah di Bekasi. Konyol ! Perhitungan yang konyol. Motor berbalut tanah coklat, belum lagi sepatu. Sesampainya di jalur utama saya langsung mencari tempat pencucian motor untuk kembali membersihkan semuanya. KM akhir di rumah menujukkan 6550.8. Malu tapi Seru...what a ride home !

Menembus Batas Maksimal Manusia dan Yamaha Jupiter

RIDERS : YAMAHA JUPITER OWNER COMMUNITY

source

=====================================

Hanya satu kata yang bisa mewakilinya. “ Gila, Gokil dan Gendeng “. Kondisi cuaca dan alam yang berubah-ubah menghadang rombongan turing tahun baru ke Bromo ini. Hujan, badai angin, lumpur, banjir, lautan pasir, kabut dan jalan aspal telah kami terjang demi satu niat bersua dengan saudara sesama pengguna Jupiter. Apapun yang terjadi selama semangat brotherhood membara, kita maju terus.

H-2, intensitas komunikasi lebih meningkat. Koordinasi via phone dan web tidak ada matinya. Antara Jogja dan Surabaya. Bencana alam menghadang dari segala penjuru. Wilayah selatan jalur Wonogiri, Trenggalek, Ponorogo dan Madiun dihajar longsor dan banjir bandang. Wilayah tengah jalur Karang Anyar dan Tawang Mangu juga ketutup longsor dengan korban jiwa sekitar 64 orang. Wilayah Solo, Mantingan dan Ngawi ada banjir yang memutuskan jalur utama berhari-hari. Wilayah Utara Blora, Cepu dan Bojonegoro juga terjadi banjir luapan Sungai Bengawan Solo segaris dengan Ngawi. Akses ke Jawa Timur ketutup total. Jalur2 alternatif kami pantau dari media massa dan elektronik terus kita share bersama.Hingga ada setitik harapan begitu ada kabar dari Media Radio dan bro Jaris yang keluarganya di Ngawi pada Minggu Siang 30 Des yang mengabarkan jalur Ngawi bisa dilewati walaupun kanan kirinya masih seperti lautan. Basah dehh he..he

Trip dimulai dengan memasuki kawasan wanawisata Air Terjun Coban Rondo didaerah Pujon. Kami bertemu dgn rombongan YJOC Chapter Jogja yang terdiri dari 4 motor dan 7 orang (Bro Denjol + Istri, bro Jaris + Wil-nya, bro Kamarasta + Ceweknya dan bro Aichan). Sementara kami dari YJOC Chapter Surabaya terdiri dari 2 motor dan 2 orang (Bro Pandora dan Bro Agung BBS), Bro Opieq dan Pacarnya menyusul di Koperasi Susu Batu.

Memasuki kawasan Coban Rondo, kami disuguhi rimbunan hutan pinus, segarnya hawa pegunungan dan sedikit sisa2 kabut yang tampak malu-malu. Niat awal kita mo mandi2 dulu terutama yang dari jogja. Menuju ke kamar mandi umum yang terletak di tempat perkemahan Ground 1 – 4. Jalan menuju kesana awalnya menanjak dikit terdiri jalan berbatu lama kelamaan berupa tanah becek yang licin. Ban belakang yang kehilangan traksi hingga sliding kerap terjadi. Tapak lebar dan Pattern Ban model racing sangat merugikan disini. Aksi dorong motor pun terjadi. Karena kondisi kamar mandinya yang tidak manusiawi akhirnya kami tidak jadi mandi disitu. Menghela napas sejenak, lalu turun sambil pilih2 tanah yang bisa buat pijakan manusia dan motor. Resiko terpelanting mengancam kami.

Bak seorang atlet Cross Country dengan menggunakan motor Gas-Gas, rem pun ditekan bergantian depan – belakang. Rpm dijaga. Diusahakan jangan sampai ban mengunci yang membuat motor turun meluncur bebas. Bro Kamarasta dah 2 x cinta tanah air disini padahal kita semua turun dari motor nuntun pelan2.
================
Fyuh …
Hitung2 olahraga pagi. Menuju ke air terjunnya. Pengunjung masih sedikit, waktu itu pukul 08.00 WIB. Sifat narsis pun mulai bermunculan disini he…he. Puas bergaya bak model majalah sobek kita lanjut keluar dari kawasan ini menuju Wisata Payung 2 sekitar 2 km dari Coban Rondo. Istirahat sejenak di warung model gazebo di lereng2. Nyam2 jagung bakar hangat meluncur ke perut yang lain lagi BRUNCH. Sambil menunggu rombongan dari YJOC Malang Chapter yang mau ikut kita ke Bromo, kita tidur-tiduran.

Flash Back sejenak..
Ohya, malam hari tanggal 30 des waktu kami YJOC Chapter Surabaya berangkat menuju kota Singosari. Kita kedatangan tamu rombongan dari YJOC Malang Chapter terdiri dari 7-8 orang. Bertempat di kediaman bro Deni, member dari Surabaya yang gak bisa ikut ke Bromo karena mo dipinang he..he. Kita ngobrol ganyeng hingga jam 1 malam.

Back to topic..
Pukul 10.30 WIB Senin 31 Des, muncul bro Reza dari YJOC menyusul di Payung 2 terus pukul 11.10 WIB datang lagi bro Doyox dari YJOC. Pukul 11.40 WIB kita meninggalkan Payung 2 menuju Koperasi Susu Batu. Disitu kita bertemu bro Opieq dan Pacarnya terus bro Syahdeli dan Pacarnya dari YJOC. Sambil makan siang lagi kita menunggu yang lagi nyusu. Pukul 13.00 WIB berangkat menuju kos2an bro Reza yang sedang mengambil bekal buat ikut ke Bromo. Kota Batu dan Malang yang ramai mewarnai perjalanan kami.

Babak utama dimulai…
Diputuskan lewat jalur Nongkojajar, perhitungan rute lebih singkat dan view-nya yang cantik. Jalur berkelok naik turun sepi dan semilir angin sejuk menemani kami. Sampai di sebuah tikungan menjelang pasar Nongkojajar kita berhenti sejenak. Mengabadikan moment dan saya lagi benahi rantai dan rem belakang motor bro Reza dari YJOC. Begitu ketemu bengkel terdekat kita minta tolong untuk melumasi rantai2 kering motor habis kehujanan. Sambil menunggu beberapa member yang lagi giliran sholat.

Trip berlanjut tetap berkelok2, jalanan mulai menanjak melewati pemukiman dan menyusuri tebing2 dengan pantulan sinar matahari barat. Sungguh cantik. Cukup sampai disini. Medan selanjutnya mulai menantang dengan tikungan tajam hairpin yang menanjak. Kabut pun mulai turun. Beberapa bekas longsoran berupa tanah gembur dan ranting pohon disana sini bermunculan. Kewaspadaan mulai meningkat. Jalan yang sempit 2 arah memaksa kami membunyikan klakson setiap kali ketemu tikungan dibalik tebing. Sesekali memantau kondisi atas tebing siapa tahu ada tanda2 longsor lagi.

Mendekati daerah Wonokitri, jalanan tertutup oleh lumpur tanah becek 10-20 cm. Dengan susah payah kami melaluinya. Untung pagi harinya, kami dah latihan di Coban Rondo he..he. Alur bekas ban yang dilewati motor lain menjadi pilihan kami. Ekstra hati2 plus sliding dan terjerembab disana sini mewarnai sepanjang perjalanan. Hari menjelang senja. Dominasi lumpur terus mendominasi hingga 14 km sebelum Bromo ada pertigaan dengan kondisi yang lebih manusiawi. Kami putuskan lewat disitu karena medan yang satunya lebih parah lagi. Menjelang magrib kami memasuki pintu masuk Ngadisari.

Saat – saat menegangkan…
Sebelumnya kami mengisi bensin di pedagang eceran disitu. Antisipasi kemungkinan terburuk. Sialnya, bensinnya seperti dicampur gak murni. Terasa sekali selepas loket jalanan menanjak. Performa motor terasa berat dan ngelitik. Hujan mulai mengguyur. Langit sudah gelap. Kabut pun turun tebal. Jarak pandang terbatas. Bro Opieq sebagai leader. Jalan menikung tajam kadang disertai turunan dan tanjakan. Hingga kami ketemu persimpangan pos jaga. Kekiri lewat G. Penanjakan ( Titik tertinggi dikawasan Bromo 2.600 dpl ) sementara kekanan menuju lautan pasir. Diputuskan kekanan dengan asumsi kemungkinan rute tertutup melihat kondisi cuaca yang tambah buruk.

Jalanan berbatu menurun terus disertai tikungan tajam. Bekas longsoran dikanan kiri. Gigi satu jadi pilihan kami dari pintu masuk sambil kombinasi rem depan belakang. Jalanan licin dengan aliran air deras dari posisi belakang kami. Jantung dipaksa deg-degan. Kanan kiri berupa tebing dan pohon besar2 tampak berdiri hitam dan kokoh. Bau belerang menyengat sepintas. Kalo menurut bro Reza-YJOC baunya seperti bangkai. Memang kadang bagi orang yang tak terbiasa seperti bau bangkai / darah basi. Tapi siapa tahu betulan karena hujan berguyur deras otomatis bau2 tajam terhapus oleh hujan dan angin hiiii…ngeri (Mungkin ini ada hubungannya dengan peristiwa yang akan terjadi nanti ).

Pada satu tikungan tajam menurun, motor bro Opieq macet rem belakang kondisi terkunci ketika dia berhenti mendadak karena tidak kelihatan kondisi jalan depan. Fenomena ini terjadi akibat sorotan lampu jauh dari motor dibelakangnya membentur kabut menciptakan tembok visual. Saya bermaksud menolong. Motor pelan2 aku pinggirkan. Namun tetap gak bisa karena begitu distandar samping motor akan meluncur. Rem mesti ditekan depan belakang. Kemiringan sekitar 45 derajat. Saya coba posisi melintang. Jalanan tambah licin dan pengaruh curamnya, saya tidak bisa menguasai keseimbangan motor hingga saya lepas aja tuh MX jatuh daripada orangnya ikut juga. Uhh..berat banget mengangkat tuh motor, yang lain gak berani menolong. Karena posisi pada tekan rem depan belakang agar tidak meluncur dibelakang bro Opieq. Akhirnya Foxy lady-nya bro Opieq yang menolongi mengangkat tuh motor. Tiba2 rem belakang motor bro Opieq dah gak macet lagi. Perjalanan dilanjut memasuki lautan pasir.

Jalan beberapa meter dilautan pasir. Motor bro Opieq kembali berulah. Baut penahan paha rem belakang hancur. Kami pun berhenti. Badai mulai terjadi, angin menderu2 dan rintik hujan yang miring2 dari sebelah kanan. Dingin mencekit mulai menghinggapi kami. Sekitar 5-10 menitan kita stagnan disitu. Saya berusaha menolong mencarikan baut penggantinya. Begitu jok dibuka, angin langsung menerbangkan sarung tangan yang ditaruh dibalik jok. Gak ketemu juga. Rombongan yang lain mulai cemas. Diputuskan rombongan Jogja + YJOC duluan meninggalkan kami rombongan Surabaya yang masih berkutat benahi trouble. Diambilkan baut dari pengikat plat nomer untuk sementara.

Kerasnya angin dan hawa dingin membuat tangan mengencangkan baut memakan waktu lama sekitar 10menitan. Brrr…kami Chapter Surabaya melanjutkan perjalanan sambil melihat jejak ban yang mereka tinggalkan. Menyusuri pasir kita kehilangan arah mereka. Coba tenang kita ambil lurus kekiri mencoba memutari G. Batok yang dibaliknya ada G. Bromo. Kita terhenti begitu jalan didepan dah ditumbuhi rumput. Pasti salah nih pikir kami. Bro Agung angkat suara sepertinya tadi Chapter Jogja ambil kanan. Ya udah kita balik kucing terus mengikuti saran bro Agung.

Badai semakin menderu jalanan kembali buntu. Dari kejauhan tampak samar2 lampu kendaraan. Namun begitu kami dekati dah hilang. Kondisi semakin panik, masing2 punya pendapat arah sendiri2. “Ok, yang merasa yakin jadi leader,” pendapat bro Opieq. Leader pun saling bergiliran. Hawa dingin dibawah 5 derajat, tubuh basah kuyub dan terpaan angin membuat kita tidak bisa konsentrasi. Benar2 BLANK waktu itu semua tampak gelap. Kita tidak tahu arah dan posisi kita berada sekarang. Kasihan foxy lady-nya bro Opieq dan bro Agung yang tampak menggigil. Perkiraan kita berputar-putar dilautan pasir hampir 1,5 jam seperti kena akar timang kembali ke posisi semula.

Intermezzo….
Percaya gak percaya kejadian rombongan kedua kemungkinan berhubungan dengan kejadian yang dialami rombongan pertama. Selepas meninggalkan kami masing2 seperti mendengar suara teriakan seorang perempuan minta tolong,”Tolooongg” terdengar nyaring ditengah hujan badai angin. Masing2 menganggap itu perasaan pribadi aja. Anehnya semua member pada mendengar suara tersebut waktu dicross checkan keesokan harinya. Cuma posisi terdengarnya berlainan ada yang dari kiri dan kanan. Dominasi yang kiri. Kalaupun itu suara yang terbawa angin mestinya dari kanan. Dan nyaring. Sebagai gambaran waktu saya mengklakson bro Agung jarak 10 meter aja tidak kedengaran kalah dengan deru angin. Keesokan harinya waktu kondisi semua tenang,saya dan bro Reza-YJOC mencoba merangkai semua kejadian tadi malam. Kemungkinan yang minta tolong tersebut korban yang meninggal di lokasi dimana kita mencium bau busuk terus teriak minta tolong sama rombongan pertama untuk mengambil jasadnya. Namun tak dihiraukan sehingga menimpakan pada rombongan kedua dengan menyesatkannya. Berharap mendapatkan teman di alam baka. Ha….ha….agak ngaco sih. Selepas mengetik ini bulu kuduk langsung merinding di kantor sendirian. Celingak celinguk kanan kiri lalu kabuuurrr.
================
Kebesaran Illahi….
Kita tetap berusaha optimis kala itu. Setiap ada lampu dikejauhan kita coba mendekatinya. Beberapa kali itu terjadi. Sungguh, waktu itu saya merasa benar2 rindu dengan Illahi. Tiada tempat bertanya hanyalah Dia seorang. Hanya cahaya kemuliaan-Nya yang menerangi hati malam gelap gulita. Motor beberapa kali sempat kehilangan keseimbangan diterpa angin. Lengan dituntut menekan kuat dengan segala upaya biar ada traksi. Kepala rasanya ditampar berulang-ulang. Setitik harapan ketika dari kejauhan tampak sebuah mobil Kijang yang berhenti ditengah padang rumput. Sepertinya terjebak lumpur pasir. Kita berjuang mendekatinya klakson tak hentinya dibunyikan berikut lampu isyarat. Rimbunan rumput tinggi tak kami hiraukan walau kami sadar motor Jupiter bukan motor trail. Batu aja kita lompati (Kijang kale..) apalagi rumput. Bro Agung coba bertanya,”Pak, tahu jalan menuju Cemoro Lawang”. “Ya, saya tahu. Tapi tolong adik bantu kami keluar dari lumpur,” ujar salah seorang dari 2 penumpang didalam mobil tersebut.. Mereka dari Singaraja-Bali. Saya, bro Agung, Mbak Yanti (Foxy lady bro Opieq) dan bapak tersebut mendorong keluar mobil Kijang plat DK. Selepas terjebak bapak tersebut baru berucap,”Maaf dik, kami juga tidak tahu jalan keluarnya.” Duankk.. rasanya kepala dihantam batu. Keputusasaan menghampiri kami lagi. Semangat coba dibangkitkan lagi.

Ok, show must be go on…..
Pengendara motor didepan mobil dibelakang. Dipisahkan jarak 10-20 meter. Begitu pasir aman dilewati, baru mobil melaju perlahan. Sampai di satu keputusan yang mesti kami ambil. Mengikuti arah kerlipan lampu kiri atau kanan. Si bapak dalam mobil berpendapat. Satu motor kekanan dan satu lagi kekiri. Ntar yang berhasil nemu jalan kembali lagi melaporkannya. Yaela…. Nih bapak enak bener, dia kan didalam mobil sementara kami diguyur hujan badai. “Dah, gini aja pak. Mending kami berempat berlindung di mobil dulu. Kalo pikiran dah tenang dan kondisi badai agak baikan kita bantu deh,” bilang saya pada mereka. Karena saya lihat kondisi bro Agung dan mbak Yanti dah payah. Sejenak mereka terdiam, akhirnya mereka setuju. Aku panggil bro Opieq dari kejauhan yang masih tidak mengenal lelah mencari jalan. Mbak Yanti duluan masuk mobil disusul bro Agung. Saya masih mengatur posisi motor disamping mobil Kijang biar terlindung dari angin. Lampu sein motor bro Agung saya nyalakan buat pertanda posisi kami. Mestinya sekalian lampu utama. Khawatirnya kondisi bbm yang mepet tidak sanggup bertahap menghidupkan motor hingga 2 jam kedepan. Hawa dingin dan efek bensin campur tadi membuat motor tidak bias langsam dengan normal.

Malaikat maut mencoba merangkul….
Saya kemudian masuk dalam mobil disusul bro Opieq. Semuanya masuk berikut helm dan jas hujan yang masih terpakai. Bro Agung dah gak kuat lagi dinginnya. Mengigil dan Ngoceh2 berbicara sendiri. “Aduh..bisa mati beneran nih anak,” kata saya dalam hati. Jangan2 kena HIPOTERMIA. Sebisa mungkin membuatnya sadar. Makanan mulai kami jejalkan masuk kemulutnya. Pisang didalam mobil kami paksa dia makan dengan menyuapinya karena tangannya dah tak kuat pegang sendiri buah pisang. Saya peluk erat sambil sesekali mengajak bercanda. Diusahakan semua dalam keadaan sadar.

Kejadian yang sama terjadi pada istri bro Denjol yang hampir pingsan hingga buru2 booking 1 kamar hotel terdekat dilokasi. Urusan mahalnya harga peak season bukan jadi soal. Dibanding nyawa manusia. Pikiran ajal yang mendekat bergelayut di kepala mbak Sisy istri bro Denjol.”Siapa yang kasih susu anakku kalo tak tinggal pergi,” ujarnya. Anak2 yang lain menyewa rumah penduduk dengan 3 kamar sebagai tempat bernaung sambil menunggu kabar dari kami yang masih tersesat. Mbak Rika, foxy lady bro Jaris sampai menangis begitu di sms kabar mbak Sisy

Setelah kondisi agak baikan. Hati dan pikiran mulai tenang. Paling tidak kami masih bias berlindung didalam mobil. Walaupun angin masih keras menghajar. Kaca mobil dibuat bergetar keras. Kami mencoba menghibur diri. Niat awal bertahun baruan di lautan pasir terlaksana juga bahkan lebih dramatis lagi dibawah ancaman badai he..he. Bro Agung juga sempet2nya minta untuk mengecilkan Ac mobil. Padahal mobil tersebut gak ada Acnya. Dilihat jam di hp kurang 2 jam kurang menuju pukul 24.00 WIB. Seperti ada petunjuk, kenapa tidak minta pertolongan pada rombongan pertama pada waktu melihat sesosok hp tergengam ditangan. Kami optimis mereka berhasil sampai di Cemoro Lawang. Saya suruh bro Agung tuk kontak bro Jaris. Dengan suara terbata-bata dia minta tolong buat mencari pertolongan pada masyarakat sekitar. Bro Jaris masih berpendapat gak ada yang dimintai tolong dalam kondisi cuaca seperti ini. Selang beberapa waktu dia sms minta ditelpon lagi karena gak ada pulsa….wakakakak. Untung korbannya punya modal pulsa kalo enggak gimana jadinya. Dia berpendapat kami harus cari jalan berlapis beton terus ada tonggak di sepanjang kanan jalan. Kukatakan sekali lagi kalo kondisi kita tidak memungkinkan untuk menyusuri pasir lagi. Dan lagi kita buta arah kemana yang mesti dituju. Perdebatan mulai terjadi antara saya dan bro Jaris. Dia masih bersikukuh untuk mengikuti patok sementara saya ingin mereka segera memanggil tim SAR untuk menyelamatan kami. Hingga saya emosi terlontar kata2,” Basi sekali lagi perkataan mu basi banget. Pokoknya segera panggil tim SAR kalo gak ya udah sekali lagi basi.’ Atmosfir dalam mobil menjadi tegang lagi.

Bantuan mulai datang….
Kami pasrah untuk terus menunggu didalam mobil hingga pagi tiba. Berharap kondisi mobil masih sanggup bertahan. Sebuah sms masuk mengabarkan kalo ada tim SAR yang menjemput kami tandanya ada stick lamp merah yang diacung2kan mereka. Horee….dari kejauhan tamapak lampu mobil mendekat kadang menjauh. Lama sekali keadaan ini berlanjut. Bro Opieq minta si pengemudi Kijang untuk menyalakan lampu hazard dan memainkan lampu dim. Sebuah mobil double cabin warna hijau bertuliskan Polisi Kehutanan mendekat. 3 orang turun dari mobil. Bercakap2 dengan si pengemudi Kijang. Kami, pengendara motor diminta mengikuti mereka sementara mobil Kijang baru dibelakang kami. Baru jalan 5 meter mobil tim SAR berplat B merah tersebut kejebak ban depan kiri ke genangan Lumpur sementara mobil Kijang juga mengalami hal serupa karena terlalu lama berhenti di satu titik rendah dengan beban bertambah dari kehadiran kami.

Dicoba berkali2 tetap tidak bergeming. Salah satu dari mereka bermaksud memanggil mobil yang lain dengan kawat sling. Berboncengan dengan saya melaju menuju pos bantuan diatas. MX melaju dengan mantapnya diikuti oleh bro Agung dan bro Opieq dibelakang. Sementara mbak Yanti disuruh menunggu di mobil Kijang. Jarak kami bertiga sangat timpang sekali. Bapak petugas tersebut dengan lihainya melewati medan pasir yang berupa jadi lumpur. Ban belakang kerap sliding namun tidak menggangu pengendaliannya.. Jarum speedo menunjuk angka 70 km/jam. Edan, kita aja tidak berani lebih dari 20 km/jam. Jalan menanjak digebernya. Sampai pos pintu masuk lokasi diatas, kami diminta menunggu. Dia kembali ke lokasi membawa beberapa orang lagi. Sambil menunggu di warung saya dan bro Agung pesan teh panas langsung sruput rasanya jadi seperti teh hangat suam2 kuku. Sementara bro Opieq masih berdiri mematung di pintu warung menunggu dengan cemas foxy ladynya. Tidak lama berselang mobil Kijang tadi dah berhasil naik sampai pos jaga. Selepas saling berterima kasih dan tidak lupa tukar kartu nama mereka meninggalkan kami. Pulang ke Bali. Tidak lupa turut mengundang kami kalo mau sowan ke Bali.

Terima kasih Tuhan…
Kami kembali ke warung minum teh dan membayarnya lupa karena panik mengejar mobil Kijang yang membawa mbak Yanti dan barang2 kami. Dituntun pemilik rumah yang disewa anak2 kami ditunjukan posisinya. Begitu sampai didepan pintu masuk rumah yang dalam keadaan gelap gulita hanya diterangi lilin. Tampaknya listrik padam sepanjang kawasan Cemoro Lawang. Saya spontan berteiak,”Allahu Akbar.” Dan sujud syukur di depan pintu. Bro Jaris pun menghambur minta maaf kalo seenaknya meninggalkan kami yang sedang ada kendala motor. Begitu juga bro Aichan yang gak enak hati meninggalkan. Karena pertimbangan nyawa lebih banyak manusia lagi yang mesti dibawa dengan selamat.

Penutup…
Banyak cerita bergulir untuk menghangatkan suasana. Hp dalam keadaan low batt semua. Anak2 YJOC yang menyusul pun tidak tahu lokasi kami. Mereka ternyata menyusul lewat rute yang kami lewati. Begitu menjelang Wonokitri jalan didepan tertimbun lumpur lebih padat dibanding yang waktu kami lalui. Hingga diputuskan memutar. Begitu dipersimpangan mereka memilih lewat Penanjakan karena ngeri melintasi lautan pasir.

Sewaktu makan pagi di warung. Saya, bro Reza, bro Agung dan bro Aichan. Membahas lokasi kami tersesat tadi malam. Kebetulan di tembok ada peta lokasi kawasan G. Bromo dan gunung2 disekitarnya. Selepas turun menuju lautan pasir harusnya belok kiri mengelilingi G. Batok ½ lingkaran baru ketemu G. Bromo dan patok jalan. Seperti yang dialami rombongan pertama yang kebetulan ketemu mobil L 300. Sementara rombongan kedua malah kekanan menjauhi G. Batok. Karena Cemoro Lawang terletak dibelakang G. Batok.

Fyuhh…akhirnya selesai juga review ini. Capek dehhh. Tapi tak membikin kapok untuk berturing dengan saudara YJOC lainnya. Salam Brotherhood.


PANDORA_151
Korchap Surabaya

===========================






Turing Titik Nol Kilometer

RIDER : Bro Edy dan TC 125

thanks to Edy Caplang : http://caplang.wordpress.com/2007/06/27/turing-titik-nol-kilometer/

================

Alhamdulillah akhirnya terlaksana juga turing ini walopun dng beberapa perubahan dari rencana semula.

Perjalanan dimulai hari Sabtu, 23 Desember 06 pukul 01.00 pagi dari pelataran Masjid Al Azhom diiringi gerimis namun tidak mengurangi semangat kami dan para pengantar. Tiba di Pelabuhan Merak sekitar pukul 03.00 pagi dan makan nasgor untuk mengisi perut. Selepas dari Bakau, motor 354 mengalami masalah bosh gir-nya copot. Terpaksa harus diperbaiki dulu di Kalianda. Perbaikan membutuhkan waktu dari pukul 7 pagi sampai 4 sore.

Malamnya perjalanan kembali dilanjutkan dng target ke Okan Ilir, sebelum Palembang untuk istirahat di rumah kerabatnya 355. Setelah puas beristirahat, kami melanjutkan perjalanan dng target Jambi. Sebelum memasuki Jambi, tepatnya di daerah Banyu Lencir, beberapa kali konvoi mengalami gangguan dari pengendara motor setempat yg sepertinya sangat antusias untuk memaksa masuk ke dalam rombongan dan mengganggu konsentrasi. Beberapa dari kami pun sempat terpancing namun akhirnya dapat meredam emosi dan membiarkan para pengacau itu melaju.

Sampai di Jambi sekitar pukul 23.00 kami berputar kota untuk mencari makan. Tanpa sengaja kami ‘tertangkap’ oleh Community Jambi yang malam itu baru saja selesai rapat. Akhirnya kami pasrah dng sajian makan dan tawaran menginap di sekretariat PSTC.
Selasa pagi perjalanan kembali dilanjutkan dengan target bertemu dengan rombongan Medan Chapter yang menunggu di Dumai. Namun apa daya, saat hendak melewati kota Pekanbaru, kembali kami ‘tertangkap’ oleh 2 bro dari PETIC yg sepertinya memang menunggu kami. Kami kembali pasrah dengan sajian makan malam dan pemandangan yg menyegarkan mata nyengir.gif

Tepat jam 00.00 kami kembali melanjutkan perjalanan. Namun di tengah jalan, penyakit lama kembali melanda. Akibat sajian makan malam itu, kami semua dilanda ngantuk berat. AKhirnya beristirahat di rumah bro Lucky dari PETIC yg memang menunggu kami di daerah Duri.

Rabu pagi terbangun dengan kondisi yg lumayan, kami coba mengontak Medan Chapter yg ternyata sudah duluan tiba dan beristirahat di Suzuki Duri. Setelah rombongan bertemu, perjalanan dilanjutkan dengan target langsung ke Medan.

Tiba di Medan hari Kamis 28 Desember 06 pukul 22.00 disambut oleh rekan2 Medan yg sudah menunggu di bengkel Suzuki. Setelah itu dilanjutkan dng mencari makanan kecil untuk mengganjal perut kami di sekretariat Medan Chapter kemudian beristirahat di kediaman Ice ketua Medan Chapter.

Rencana keberangkatan ke Aceh yg semula pukul 04.00 pagi ternyata molor hingga pukul 12 siang. Wah udah lumayan banyak waktu yg terbuang percuma.
Memasuki daerah Aceh Tamiang, hati ini terkoyak dan mata ber-kaca2 melihat lokasi banjir bandang yg melanda saudara2 kami. Banjir yg telah surut dari jalanan ternyata belum menyurutkan duka dan sisa2 kerusakan yg melanda.

Sampai di Langsa kembali kami beristirahat di Suzuki setempat. Yg aneh, di daerah ini semua anggota rombongan mengalami penyakit yg sama yaitu kelelahan di daerah leher. Diduga ini akibat terlalu seringnya menengok kanan-kiri melihat kaum hawa yg memang hampir semuanya sedap dipandang. Selepas magrib, rombongan melanjutkan perjalanan. Sampai di Lhokseumawe, kembali berisitirahat di Suzuki. Anehnya, di situ sudah siap semua spanduk sambutan terhadap rombongan.

Dari Lhokseumawe berangkat pukul 05.00 pagi dng batre yg sudah terisi. Targetnya adalah pukul 10 harus sudah tiba di Suzuki Panglima Polem, Banda Aceh. Karena melihat jalannya rombongan yg sedikit lambat, akhirnya saya memutuskan untuk jalan duluan mulai dari Pidie hingga Banda Aceh karena menurut saya, apapun yg terjadi bendera TC125 harus sudah berkibar di Sabang hari itu juga. Dengan segala kemampuan yg ada, ga ada uang dan rokok di kantong, serta taruhan mana yg lebih dahulu sampai, Suzuki ataukah huruf E di indikator bensin? Alhamdulillah saya bisa tiba di Banda Aceh pukul 09.45 dng bensin yg masih tersisa. Namun tetep ga ada uang ataupun sebatang rokok. Sampai di situ sepertinya pihak Suzuki kaget karena saya hanya sendirian dan ngotot harus berangkat dng kapal pukul 11 siang itu juga. Karena sepertinya pihak Suzuki ingin supaya rombongan pergi bersama, dan saya sudah coba antri di ATM terdekat namun saat itu kondisinya terlalu ramai, terpaksalah saya mesti menunggu rombongan.
Akhirnya rombongan berkumpul pukul 11 lewat. Pupus sudah harapan saya.
Ternyata semua yg sudah saya usahakan berakhir begitu saja… Keinginan untuk mengibarkan bendera TC125 siang itu supaya dapat kembali pada sore harinya dan beristirahat di malam hari menikmati kota Banda Aceh ternyata gagal. Hitungan yg dari semula sudah molor dan berusaha kami (Tangerang) perbaiki ternyata tidak mendapat dukungan dari anggota rombongan yg lain.

Setelah rombongan terkumpul, ternyata sudah ada protokoler dari Suzuki setempat untuk rolling thunder keliling kota dng kawalan polisi. Lagi2 kami rombongan dari Tangerang sangat terkejut dng sambutan yg luar biasa ini. Rolling menuju Masjid Raya dilanjutkan ke lokasi Tsunami 2004 mulai dari kuburan massal sampai kapal PLTD yg hanyut terbawa ke kota.

Perjalanan menyebrang dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai Balohan memakan waktu 3 jam dengan satu2nya kapal yg ada. Sampai di Sabang pukul 20 dilanjutkan dng menempel ban yg bocor. Sementara kami menunggu proses tempel ban (ga ada tukang tambal ban), Ice dan rombongan Medan Chapter mengunjungi Depot Pertamina setempat. Ternyata rombongan mendapatkan makan, minum dan bekal bensin dari pihak Pertamina. Sebelum berangkat ke Nol Km, rombongan juga sempat diberi wejangan. Tak lupa poto bareng dng pihak Pertamina dan spanduk yg telah disiapkan Medan Chapter.

Saat hendak berangkat, ternyata pihak Pertamina tidak rela melepas kami. Akhirnya beliau mengantar kami hingga tugu 0 km. Sampai di tugu sekitar pukul 01.10 dan bendera TC125 berkibar 5 menit kemudian. Entah kenapa, rombongan sangat terburu-buru di situ hingga kami tidak sempat banyak berfoto. Oh iya, jalanan yg harus kami tempuh dari kota ke tugu memang hanya sekitar 15 km, namun jenis jalanannya sangat luar biasa apalagi ditempuh pada tengah malam. Jalan yg harus dilalui mulai dari aspal yg bagus, aspal berlubang, aspal bertanah, aspal berair, aspal berkerikil sampai aspal berdaun. Apalagi saat itu habis turun hujan dan biasanya banyak terjadi longsor. Di pos polisi dan pos Paskhas pun tak ada orang yg menunggui. Cukup dng poto2 sebentar trus turun lagi…

Pelabuhan Ulee Lheue

Tiba di pelabuhan Balohan sekitar pukul 2 dan rombongan langsung tertidur lelap di jalan menunggu kapal pagi yg akan kembali membawa kami ke Banda Aceh. Di perjalanan menuju pelabuhan Ule Lheue, rombongan tertidur lelap di kapal. Keluar dr pelabuhan langsung kembali menuju Suzuki. Berangkat dari Suzuki pukul 15 langsung menuju Medan. Saat hampir tiba di Lhokseumawe, rombongan terpecah menjadi 2 bagian. Di depan adalah rombongan Medan Chapter + Ervin 362, dan di belakang adalah 4 orang dari Tangerang yg harus bermalam di situ karena ban tubles 354 bermasalah. Pagi harinya perjalanan kembali dilanjutkan hanya dng 4 orang ini dan tiba di Medan pukul 18.30.

Beristirahat sebentar di kediaman neneknya 354 di Medan dan pada pukul 23 dijemput oleh bro Ferry Wakil Ketua Medan Chapter untuk menikmati makan malam di kediaman Pak Ali sembari melewati pergantian tahun. Pukul 5 pagi kembali ke kediaman 354 dan dilanjutkan dengan obral besar2an huehehe…
Asesoris motor kami ternyata laku berat di situ dan diborong habis!

Senin, 1 Januari 07, setelah beristirahat dan membeli oleh2, pukul 20 kami berangkat ke bandara Polonia untuk kembali ke Jakarta dng pesawat Adam Air pukul 21.15. Saat menunggu di dalam bandara, kami menonton tipi dan menyaksikan berita pesawat Adam Air Surabaya-Manado yg hilang dan belum diketemukan. Sempet juga ada rasa deg2an namun Alhamdulillah kami dapat kembali ke Jakarta walaupun pesawat sempat tertunda hingga pukul 22.00.

Di bandara ternyata sudah menunggu beberapa rekan yg siap mengantar kami kembali ke rumah masing2. Ahh, lagi2 persudaraan ini terjalin mesra…
Mohon maaf atas telpon/sms yg tidak terjawab selama perjalanan.

Terima kasih kepada semua pihak yg telah mendukung kami :
- Keluarga Besar TC125 Indonesia
- Indomobil Jaya Agung
- Bpk. Ari Abdurrahman
- FTCL (FXR Thunder Club Lampung)
- TAJAM-C (Thunder Association Jambi Club)
- HMPC Jambi (bro Takur, thx ‘macan’-nya)
- Community Jambi
- PSTC (Pekanbaru Suzuki Thunder Club)
- PETIC (Pekanbaru Tiger Club)
- Suzuki Duri
- Suzuki Rantau Prapat
- Suzuki Medan
- Suzuki Langsa
- Suzuki Lhokseumawe
- Suzuki VIM, Banda Aceh
- kaum hawa yg bersedia membalas lambaian tangan dan senyuman kami
- dan pihak2 lain yg tidak dapat kami sebutkan satu persatu

NO THANKS to :
- sopir2 bus yg kebut2an di jalan
- kaum hawa yg ga membalas lambaian dan senyuman kami!

Tugu Titik Nol Kilometer

*Psst… liat yg paling kanan!

Bekasi - Cirebon - Ambarawa PP

RIDER : Bro Andry HCST

source : http://gueandry.blogspot.com/search/label/a-turing%20mudik

Jadi begini ternyata rasanya pulang mudik naik motor. Hmmm ... menyenangkan juga dan penuh dengan pengalaman baru. Berikut perhitungan dari kilometer ke kilometer selama perjalanan.

Hari Keberangkatan pukul 05:30 tgl 28 Sept 2008 :

CATATAN KILOMETER
<> 4116.0 - Start Awal Bekasi
<> 4149.0 - Kecelakaan di daerah Kdwaringin, Cikarang
<> 4175.5 - Berhenti mengambil gambar padatnya jalur mudik kendaraan di daerah Cikampek
<> 4195.1 - Break di POM Subang tanpa isi bensin
<> 4215.3 - Break dan Antri isi bensin (Premium 15rb) di POM Pamanukan
<> 4228.0 - Sholat Dhuhur plus sekalian Ashar di Masjid setelah Pamanukan
<> 4327.3 - Berhenti dan menginap di rumah orang tua bro Irwan Handoko (KHCC) di Cirebon, plus isi Bensin (Pertamax 20rb)
<> 4415.1 - Break minum di daerah Tegal - Pemalang
<> 4444.0 - Break dan isi bensin (Premium 15rb) di POM Comal
<> 4489.4 - Break makan minum di Batang
<> 4563.1 - Isi bensin (Pertamax 23.500) di Semarang Atas
<> 4604.1 - Sampai di tempat tujuan daerah Kayumas Ambarawa
<> 4666.0 - Wisata Candi Gedong Songo, plus isi bensin Premium
<> 4677.3 - Berhenti setelah turun dari Candi
<> 4690.0 - Kembali ke Kayumas
<> 4776.0 - Isi Bensin (Pertamax) di POM Kendal
<> 4920.3 - Isi Bensin (Pertamax) di POM Tegal
<> 4956.3 - Perbatasan Jawa Tengah - Jawa Barat
<> 5039.8 - Isi Bensin (Premium) di POM Jatibarang
<> 5146.5 - Isi Bensin (Pertamax) di POM Cikampek
<> 5206.8 - Start Akhir Bekasi

Total KM Perjalanan = 1090.8 KM, *catatan per KM tidak presisi 100% hanya melalui pengamatan speedometer berjalan, hanya bersifat perkiraan saja, maaf jika ada missed pencatatan dalam hal pengisian bensin dll*

RUTE 1 - BEKASI ke CIREBON
Bekasi - Tambun - Cibitung - Cikarang - Karawang - Cikampek - Pamanukan - Patrol - Losarang - Lohbener - Jatibarang - Kertasemaya - Palimanan - Kedawung - Cirebon = 211.3 KM.

RUTE 2 - CIREBON ke AMBARAWA
Cirebon - Kanci - Losari - Brebes - Tegal - Pemalang - Pekalongan - Batang - Weleri - Kendal - Semarang - Ungaran - Bawen - Salatiga - Ambarawa = 276.8 KM

=============
[day one]

Subuh pagi itu 28 September cuaca cenderung cerah untuk menemani perjalanan Bekasi - Cirebon yang sudah direncanakan matang sebelumnya. Izin jalan dari keluarga sudah dikantungi plus support dari rekan-rekan terdekat jadi modal berharga dalam perjalanan. Rute akan mengambil rute standar pantai utara (Pantura) *cek rute diatas*. Perlengkapan aman berkendara sudah terbalut mulai dari jaket turing, celana jeans, sarung tangan turing tebal, sepatu tomkins, protektor siku dan lutut scoyco plus helm baru Ink tipe s5 model trail dengan kaca bening. Terinspirasi petualangan bermotor ala Long Way Down nya Charley dan Ewan perjalanan kali ini akan coba dinikmati semaksimal mungkin, mulai dari kemacetan hingga melesat dengan kecepatan tinggi. Berbekal empat tipe peta untuk mengenal nama kota yang dilewati akhirnya perjalanan pun dimulai dari rute menyisir Kalimalang melintasi Tambun hingga Cibitung menuju Cikarang terus ke Cikampek. Iring-iringan motor pemudik sudah terlihat sejak masuk di jalan besar kota Bekasi, tampaknya teman seperjalanan akan membludak sepanjang perjalanan, 3 hari menuju hari H Iedul Fitri 1429 H.

Padat. Itu yang bisa dirasakan sampai-sampai tidak ada kata untuk kesalahan kalau tidak ingin terjerembab dan menggagalkan perjalanan. Maklum, perilaku negatif mayoritas pengendara ibukota sepertinya akan terbawa ke jalur mudik ini. Benar saja, salah satu pelaku berkendara zig-zag memaksa kendaraan lain kaget dan oleng yang efeknya justru menyenggol stang kendaraan sendiri. Sukses dua motor jatuh terjerambab dengan kecepatan yang lumayan cepat di jalur yang padat. Beruntung full protektor yang dipakai berhasil menahan rasa sakit dan luka akibat dengkul menggerus aspal. Seketika itu juga macet dan dibantu masyarakat setempat kami meminggirkan kendaraan masing-masing. Pengendara Tiger Revo yang hanya mengenakan sarung tangan model setengah harus mau menahan sakit dan luka dan boncenger nya pun tak luput dari cedera. Stok P3K pun keluar mulai dari perban, alkohol hingga plester, hanya ucapan hati-hati yang bisa disampaikan sambil beristirahat sekitar 15 menit memulihkan mental. Kecelakaan pertama yang seperti cukup menjadi pelajaran pentingnya atribut aman berkendara yang lengkap untuk sebuah perjalanan turing yang jauh. Perjalanan harus dilanjutkan sambil mengucap pisah ke pasangan yang masih beristirahat dari syoknya kecelakaan tadi. Ironisnya di jalur berlawanan terjadi lagi satu kecelakaan yang ternyata lebih berat dari yang baru saja kami alami. Alhamdulillah Yang Kuasa masih melindungi dan perjalanan pun berlanjut.

Di Cikampek Selatan inilah 'crowd' kendaraan sudah menyemut, warna hitam helm menumpuk terlihat di kejauhan tanda jalanan sudah mulai sumpek oleh bertumpuknya kendaraan yang merayap lambat. Jalur padat hingga Pamanukan dan benar-benar memakan badan jalan, motor harus rela tersisih karena kerap ada saja roda empat yang tidak mau berbagi. Bagaimana dengan bahan bakar ? jenis bahan bakar yang di konsumsi pun harus berganti-ganti dari Premium ke Pertamax karena memang ketersediaan Pertamax di jalur Pantura terbilang langka. Antrian panjang POM bensin pun menjadi warna tersendiri bagi motor yang butuh minum.

Jenis aspal di jalur hingga Pamanukan sebenarnya terbilang baik dan tidak ada lubang yang berpotensi bikin celaka, cuma memang kondisinya tidak bisa seratus persen dinikmati karena roda dua kadang harus tersingkir amat ke pinggir, badan jalan normal sudah tak cukup menampung kendaraan pemudik siang itu. Baru setelah melewati Pamanukan jalanan terlihat lancar, kemacetan terjadi lebih ke adanya pasar atau pom bensin. Lepas Pamanukan jalur terbilang lancar dan bisa dinikmati setelah sebelumnya berhenti ibadah di masjid yang banyak tersedia di jalur Pantura. Melaju tidak terlalu kencang hingga Cirebon dan sampai di titik temu dengan bro Irwan sekitar pukul 16 jika tidak salah ingat. Berarti perjalanan dari Bekasi memakan waktu tak kurang dari 10 jam. Di perjalanan seperti inilah ancaman dehidrasi senantiasa timbul jadi jangan sungkan untuk berhenti minum melepas dahaga demi menjaga mata tetap awas di tengah perjalanan. Laju bus-bus besar juga menjadi perhatian tersendiri, lengah sedikit saja tanpa cek spion akan membawa banyak perubahan situasi jalan. Belum lagi efek angin samping ketika melintas rute persawahan, kewaspadaan keseimbangan kendaraan juga harus jadi perhatian.

Setelah jalan panjang dan melelahkan, di Cirebon inilah akhirnya break panjang dilakukan hingga pagi hari, terima kasih buat bro Irwan dan keluarganya yang baik hati, malamnya dapet jalan-jalan keliling kota Cirebon, makan Somay plus melihat kencangnya 5 biker klub Tiger Cirebon melaju ... ride safe bro ! Malam pun tidur nyenyak hingga pagi tiba.






=============
[day two]

Bangun Subuh, dan mendapatkan sarapan gulai, maklum lagi-lagi tidak puasa benar-benar jadi bekal istimewa perjalanan hari ke 2 menuju Ambarawa. Setelah dikawal menuju jalur utama Cirebon akhirnya kami berpisah di rute masing-masing. Menuju perbatasan Jawa Barat - Jawa Tengah situasi jalan sama padatnya seperti jalur Pamanukan kemarin, adanya pasar tumpah, POM bensin, menumpuknya kendaraan, badan jalan yang kecil membuat situasi semakin membuat gerah perjalanan. Semua kendala keruwetan baru perlahan usai setelah melintasi Brebes menuju Tegal. Jalanan aspal di rute menuju Tegal terbilang kurang mulus karena banyaknya efek bumpy yang membuat motor kerap oleng jika ingin bermain di kecepatan tinggi. Baiknya memang di lintasi siang hari ketimbang malam dimana potensi jalan yang tidak mulus bisa luput dari perhatian.

Akhirnya dengan lega kendaraan memasuki kota Tegal, kota yang lama tidak dikunjungi sejak wafatnya kakek-nenek yang tinggal disini. Melalui daerah pinggiran Tegal menuju Pemalang lalu lintas ramai lancar dan terbantu oleh kondisi jalan mulus menyusuri sisi utara pantai Jawa. Mulus, lebar 4 lajur dan lancar menjadi santapan tersendiri di jalur ini, terus menuju daerah Pekalongan hingga Batang. Naik turun membelah bukit di kota kecil Batang benar-benar nikmat, dan sekali lagi harus tetap waspada apalagi jika bis besar yang angin dan klaksonnya mengagetkan. Di Batang ini akhirnya menyempatkan diri break di tengah jalur perbukitan menyantap mie rebus dan air es kelapa segar plus ibadah siang dan mengistirahatkan kaki.

Ketersediaan bahan bakar Pertamax juga sama langkanya seperti perjalanan di hari pertama jadi memang terpaksa harus gonta-ganti jenis dari Premium hingga Pertamax. Tapi ini bukan jadi masalah besar karena masalah ini tertutupi dengan nikmatnya perjalanan. Belum mengenal jalan tidak berarti harus tersasar karena petunjuk arah jalan benar-benar banyak tersedia mengarahkan setiap kendaraan yang hendak menuju Semarang, Solo atau Jogja.

Setelah membelah kota Semarang, rute Ungaran - Bawen - Salatiga pun terlampaui dan menuju Ambarawa, sengaja mengambil jalur Salatiga meski terhitung jarak nya lebih jauh karena ingin saja melihat suasana pinggir kota Salatiga menuju Ambarawa. Jarak Bawen ke Ambarawa menuju desa kecil Kayumas sebenarnya bisa dipangkas dengan menempuh rute dalam kota Ambarawa melewati museum Kereta Api Kuno, tapi ya itu tadi keinginan melewati Salatiga menyingkirkan niat memangkas jalan via Ambarawa.

Berangkat dari Cirebon kurang lebih jam 6 pagi dan tiba di Ambarawa sekitar pukul 3 sore yang berarti total waktu tempuh kurang lebih 9 jam. Menyenangkan tiba di tujuan.






=============
[day three]

(30/9) Lama tidak mengunjungi objek wisata yang satu ini, Candi Gedong Songo menjadi salah satu target perjalanan saat liburan di Ambarawa. Lokasi nya terbilang rada sulit ditemui buat yang pertama kali datang kesini karena petunjuk arah yang tersedia hanyalah ke arah Bandungan. Jika datang dari arah Bawen memasuki pasar Ambarawa cermati posisi Bank BCA di sisi kiri jalan, arah ke Bandungan ada di seberangnya (sisi kanan), jalan ini memandu arah ke lokasi wisata Bandungan dan Candi Gedong Songo. Kelokan dan tanjakan tajam kerap ditemui jadi jangan salah memakai gigi kendaraan ketimbang menjadi lemah saat naik yang membuat mesin meraung tinggi. Buat yang tidak siap dengan bahan bakar, satu POM bensin resmi ada di pertigaan menuju Candi Gedong Songo, tetap Premium menjadi konsumsi utama yang disediakan. Dari POM tersebut ini posisi Candi naik sekitar 3 KM, tanjakan makin curam sementara hawa dingin yang dulu sudah bisa dirasakan sejak siang kini berubah lebih panas, isu pemanasan global ? tidak tau juga.

Setelah parkir dan menitipkan sepatu boots dan helm, akhirnya tiket seharga 6000 rupiah pun dibeli dan naik berjalan kaki masuk ke pelataran candi. Masih coba mengingat pengalaman pertama kali saat kesini tapi justru tidak teringat apa-apa selain makanan sate kelinci yang dulu sempat dicoba. Hari itu pengunjung termasuk sedikit, karena memang belum masuk hari raya sementara pedagang makanan memilih tutup karena masih adanya ibadah puasa. Segelintir pengunjung coba memaksimalkan sepinya rute jalan. Penasaran ingin sampai di puncak candi, ga perlu pikir panjang akhirnya naik kuda juga. Jalan naik turun berbatu seolah ingin memangkas jalan akhirnya kesampaian juga di candi ke-9, candi yang terhitung paling tinggi. Dari ketinggian inilah pemandangan perbukitan dapat di lihat dengan jelas apalagi saat itu cuaca tengah terang.

Rute balik ke bawah melintasi pemandian air panas belerang dan beberapa candi lain sepanjang jalan turun. Kios-kios masih tampak belum menunjukkan kegiatan, menurut si empunya kuda betina Anjani, si bapak memberi info bahwa biasanya baru hari ke 2 Lebaran dan seterusnya wisata candi ini akan tampak sibuk oleh pengunjung. Secara umum semua pemandangan tampil menakjubkan, hanya angin dingin yang ternyata tidak sedingin dulu ditambah coret-coretan pengunjung yang memadati bangunan pos-pos candi. Kotor. Harusnya pihak candi langsung menindak pelaku dan menghukumnya untuk menyapu pelataran candi selama 6 hari berturut-turut. Informasi detil pengetahuan soal candi bisa langsung googling menggunakan kata sandi " Candi Gedong Songo". Di tulisan ini sih hanya sekedar serapan pengalaman saja mengenai indah tidaknya candi.

Kelar wisata seorang diri ... *kasian ya*, akhirnya turun dari tempat wisata, mesin seolah tak perlu di nyalakan karena jalur turun terhitung ada yang curam adan yang landai yang membuat roda tetap berputar tanpa harus berhenti dan menggerung mesin. Puas karena sudah mencicipi rute naik turun candi dengan motor plus menunggang kuda dengan tarif 50ribu hingga ke puncak candi di atas bukit.
=============
[day four]

(01/10) Tidak banyak aktifitas bermotor yang dilakukan pagi hari karena ini sudah hari H Lebaran 1429 H. Tepat jam 7 jalan ke masjid untuk Ied bareng warga setempat, kelar 2 rakaat lanjut khotbah dengan full menggunakan bahasa Jawa, diem sejadi-jadinya karena antara ngerti ga ngerti tentang khotbah yang diutarakan. Kelar semuanya penduduk desa memiliki tradisi mengeluarkan segala macam jenis penganan yang diumbar di pelataran masjid. Semua bebas tukar menukar penganan mulai dari makanan kecil hingga makanan berat seperti nasi dan lauk pauk. Jadi teringat mendiang ibu kalau beliau suka sekali ikutan mengambil jatah penganan yang ada di masjid ini, pulang-pulang terkadang membawa lebih dari segenggam makanan kecil rupa-rupa, tapi tahun ini sudah tidak ada lagi sosok ibu.

Diluar perjalanan mudik ternyata si kecil sudah demikian tidak betah harus tinggal di tempat adik ipar plus mertua ditambah jadwal penerbangan yang harus dilakukan bundanya si kecil. Di antara keinginan ingin lebih lama tinggal untuk sekedar mengeluarkan diri dari penat ibukota akhirnya diputuskan untuk kembali lebih awal yaitu keesokan harinya.

Sedari kemarin sempat punya keinginan untuk sedikit melakukan wisata kuliner, apalagi kalo ingat warung bakso yang mangkal di pagasar Jetis, enak banget, Akhirnya ketimbang ga punya waktu makan-makan, tujuan kota Salatiga adalah tujuan perjalanan sore hari. Ternyata pasar Jetis sedang mengalami renovasi dan pastinya warung bakso itu tutup, ga mau terlihat kalah akhirnya nge-gas mencari warung bakso lain yaitu Bakso Babat di tengah kota sibuk Salatiga, meski masih banyak toko terlihat tutup warung Bakso Babat seharga 10 ribu plus es teh manis iani tetap buka. Lumayan, masih sempat makan bakso. Akhirnya ya pulang untuk persiapan perjalanan esok hari.

Mengharap sepi, justru keadaan di Kayumas semakin ramai karena keluarga dari Jogja turun full team, yang ada ya main, main dan main belum lagi ajakan obrolan hingga malam, baru sekitar jam 9 dan 10 malam ruangan mulai sepi karena sudah pada kelelahan bermain. Tutup mata untuk beristirahat kemudian bersiap pulang, besok.
=============
[day five]

(02/10) Pagi yang demikian dingin jam 6 baru membuka mata dan bangun dari sofa, maklum seluruh kamar dan kasur terpakai oleh kerabat wanita dan anak-anaknya, yang pria harus rela 'kelekaran' di lantai menggunakan alas alternatif yang untungnya tetap kebagian jatah bantal, itu yang penting. Sarapan dan berpamitan perjalanan baru akan dimulai sekitar jam 8.30 pagi. Setelah meninggalkan uang pengganti penginapan sekaligus untuk bantu-bantu saudara yang mengurus rumah peninggalan kakek-nenek, akhirnya semua berkumpul di teras menemani persiapan 15 menit mengenakan dekker siku dan lutut, cukup makan waktu tapi harga keselamatannya bisa terbayar. Sementara Honda City Sport One juga telah siap ditunggangi setelah kemarin sesaat sebelum ke Candi Gedong Songo menyempatkan untuk ganti oli di AHASS pasar Ambarawa.

Ada sedikit kekhawatiran karena di perjalanan ini tidak ada lagi kesempatan menginap seperti halnya di hari pertama, target awal adalah komplek pemakaman Panggung Tegal yang lokasinya berdekatan dengan stasiun Tegal. Lama tidak hadir disini yang ada hanya 'pangling' karena sudut kota telah berubah banyak sampai tak mengenali lagi jalur jalan yang dulu lebih mudah diingat. Warna-warna biru mendominasi sudut kota lengkap dengan lalu lintasnya yang hari itu terlihat cukup lengang. Pemakaman Panggung Tegal adalah tempat makam kakek nenek dari bapak yang mau tidak mau harus dikunjungi karena sudah ada amanat mampir karena sudah sekian lama tidak ada yang mengunjungi. Kurang lebih jam 14.30 sudah memasuki kota Tegal, cuaca terik tidak mengalahkan semangat berkendara hari itu. Sempat terpikir untuk mencari losmen kecil demi melanjutkan perjalanan keesokan harinya, keinginan itu juga datang karena ingin mencicipi malam kota Tegal yang lama sudah tidak dirasakan. Lihat jam tangan sepertinya dari sisi waktu masih cukup mengejar matahari sebelum terbenam demi melintasi jalur membosankan di jalur Pantura. Setelah mengisi perut di RM Pi'an dengan menu nasi khas Tegal dan es teh manis akhirnya diputuskan tidak perlu menginap dan mencoba menekan gas sesegera mungkin dengan target jam 22 sudah harus sampai di rumah di Bekasi.

KM menunjukkan 4920.3 di pom bensin kota Tegal, lalu lintas ramai lancar. Isi pertamax dan langsung melanjutkan perjalanan dan berpisah dari kota Jawa Tengah di KM 4956.3, total hanya 36 km dari Tegal menuju perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Seperti halnya saat berangkat jalur ini aspalnya terbilang cacat karena ada saja lubang-lubang kecil yang bisa saja mengganggu kecepatan perjalanan, sikap hati-hati harus ditunjukkan ekstra di jalur ini. Melintasi Cirebon dengan mata awas terus melihat papan penunjuk arah ke Jakarta agar tidak sampai keliru arah dan bisa memperlambat perjalanan, ternyata saat mata awas pun ada saja rambu penunjuk arah yang terlewat, mata kaget karena alur perjalanan sedikit menanjak, berbeda dengan suasana jalur Pantura, benar saja ternyata muncul gapura besar "Selamat Datang di Kabupaten Majalengka". Perjalanan sudah cukup lama dan harus menerima keadaan salah arah, terpaksa berbalik karena ini justru arah menuju Bandung dan bukan melintasi Pantura melewati Bekasi nantinya. Untung saja banyak tanda yang mengarahkan kembali ke Pantura menuju Jatibarang. Akhirnya di Jatibarang ini motor kembali isi bensin dan terpaksa menenggak Premiun, KM menunjukkan 5039.8, total 119,5 km Pertamax menipis dari kota Tegal, strip masih 2 bar dan tidak ingin mengambil resiko sampai bar berkedip. 119.5 km dengan 20 ribuan Pertamax sejauh yang teringat sudah cukup membuat hati puas dari sisi keiritan sebuah Honda City Sport One. Perjalanan pun berlanjut mengejar matahari yang kian tenggelam di Pantura sementara ada keinginan untuk tidak terjebak gelap di jalur Subang.

Waktu tak bisa dikejar, akhirnya merasakan juga perjalanan malam (sore) yang gelap setelah mampir beribadah Magrib di salah satu masjid di pinggir jalur kota Subang. Ganti baju dan membuat diri lebih fresh karena perjalanan selanjutnya akan lebih memaksa mata tetap awas karena kondisinya yang berubah drastis dari sebuah perjalanan siang hari. Lepas beribadah dan kembali melakukan perjalanan, kali ini musuh utama perjalanan malam datang dari bis-bis besar Pantura berkecepatan tinggi yang rentan membuat oleng motor, belum lagi mobil-mobil pribadi yang sama cepatnya seolah mengharap jangan sampai mereka tidak melihat kehadiran para pengendara motor di lajur kiri. Idealnya pengendara motor yang gemar jalan malam harus melengkapi diri untuk lebih terlihat (visible) di mata pengendara lain. Bisa dengan mengenakan jaket ber-scotlite yang dapat memantul cahaya dari kejauhan plus nyala lampu belakang baik lampu rem dan lampu sein yang mutlak harus dalam keadaan normal. Tetap awasi spion menanti setiap perubahan yang mungkin terjadi, tiap 8 detik cek spion sepertinya harus lebih di percepat menjadi tiap 2 detik, setidaknya itu yang dirasakan agar tidak muncul efek 'ciluk ba' dimana kendaraan lain sudah ada di buntut motor. Tetap pandang perjalanan di depan sejauh mungkin dan atur pergerakan mata untuk tetap memantau spion. Jalan malam di Pantura setidaknya menjadi situasi tidak ideal dan pilihlah jalan siang karena tingkat visibilitas bisa tercapai maksimal.

Di KM 5146.5 akhirnya kembali harus isi bahan bakar dan kali ini sudah mencapai daerah Cikampek. Total 106.7 km dari terakhir isi bahan bakar dan tetap tidak ingin mengambil resiko kehabisan bensin saat berjalan dan memilih reload tiap indikator menunjukkan masih 2 bar. Di daerah ini lah keadaan lalu lintas menjadi lumayan padat. Mungkin karena ini jadi jalur pertemuan bagi kendaraan yang baru saja lepas dari tol Cikopo. Keadaan aspal jalan berubah tidak mulus yang membuat kecepatan tidak bisa dipacu sekencang di jalur Pantura. Satu hal yang harus jadi perhatian pengendara adalah keharusan untuk tidak terlena di saat-saat akhir perjalanan. Biasanya pengendara menjadi lebih agresif karena kemunculan rasa ingin cepat sampai di tujuan dimana hal ini riskan membuat pengendara menjadi tidak fokus yang bisa mengakibatkan celaka. Ada benarnya karena malam itu pacuan CS1 menjadi sedikit tidak beraturan karena terlena arah penunjuk jalan yang sudah demikian dekat dengan Bekasi - Jakarta. Beruntung masih cukup di lindungi oleh Yang Maha Kuasa yang akhirnya pada KM 5206.8 kendaraan pun akhirnya menepi di pinggir pagar rumah di kota Bekasi, waktu belum menunjukkan pukul 22 (21.30) yang berarti target tercapai dari perkiraan awal mengejar jam 22 tiba di rumah. Alhamdulillah 1090.8 km pulang dan pergi sudah berhasil di lewati.

BANYAK-BANYAK TERIMA KASIH BUAT :
Allah SWT atas kesempatannya, Keluarga tercinta atas ijin perjalanannya, film turing inspiratif 'LONG WAY DOWN' ala Charley Boorman dan Ewan Mc Gregor (Nat Geo Channel), keluarga besar bro Irwan KHCC atas fasilitas inap dan substitusi P3K nya di Cirebon, bro Bubu KHCC yang terus saling monitor via SMS tentang situasi perjalanan di keberangkatan, member KHCC, RSA dan HCST atas supportnya, peta perjalanan mudik yang di-provide AHM-Wahana, Cybermudik hingga Indosat meski tidak sempat mampir di pit-stop nya, pemerintah daerah yang menyediakan aspal baik selama perjalanan, keluarga besar Soedomo di Kayumas Ambarawa, tempat-tempat ibadah saat mampir dan tukang penjaja makanan-minuman di jalur perjalanan dan lain-lain sebagainya yang sulit diingat untuk disebut satu per satu. Yang paling utama, thanks buat teman baik perjalanan, HONDA CITY SPORT ONE B 6193 KPL dan seluruh perlengkapan 'Safety Riding' maksimum dari INK s5, sarung tangan, jaket turing hingga dekker lutut-siku yang menjadi pengawal keselamatan perjalanan. Can't wait to ride for the next journey. It's the journey, not the destination. Enjoy it all by Riding Safely.

top